Wednesday, September 8, 2021

DOA ORANG TUA DAN ORANG BERIMAN

Kumpulan Do'a Untuk Mendoakan Orang Tua dan Kaum Mukmin بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Agama Islam mensyari'atkan agar ummatnya selalu berdo'a kepada Allah; baik itu do'a untuk diri sendiri, keluarga, untuk orang tua, bahkan untuk semua Muslimin dan Mukminin di manapun berada. Para ulama sepakat bahwa berbuat taat dan bakti kepada kedua orang tua itu hukumnya wajib. Berbuat baik kepada orang tua tidak hanya dilakukan ketika dia masih hidup akan tetapi juga setelah dia meninggal dunia. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Usaid Malik bin Rabi'ah As Sa'idi ia berkata, "Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba ada seorang laki-laki dari bani Salamah datang kepada beliau. Laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah masih ada ruang untuk aku berbuat baik kepada kedua orang tuaku setelah mereka meninggal?" beliau menjawab: "Ya. Mendoakan dan memintakan ampunan untuk keduanya, melaksanakan wasiatnya, menyambung jalinan silaturahim mereka dan memuliakan teman mereka." Meskipun hadits ini lemah namun dalam hal ini bisa diamalkan. Adapun mendoakan sesama muslim tanpa sepengatahuan orangnya termasuk dari sunnah hasanah yang telah diamalkan turun-temurun oleh para Nabi -alaihimushshalatu wassalam- dan juga orang-orang saleh yang mengikuti mereka. Mereka senang kalau kaum muslimin mendapatkan kebaikan, sehingga merekapun mendoakan saudaranya di dalam doa mereka tatkala mereka mendoakan diri mereka sendiri. Dan ini di antara sebab terbesar tersebarnya kasih sayang dan kecintaan di antara kaum muslimin, serta menunjukkan kesempurnaan iman mereka. Nabi -alaihishshalatu wassalam- bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik). 1. Beberapa Lafadz Mendoakan Orang Tua Berbakti kepada orang tua menempati posisi yang tinggi didalam islam. Hal itu ditunjukkan dengan perintah berbuat baik kepadanya mengikuti perintah beribadah hanya kepada Allah swt saja, seperti disebutkan didalam firman-Nya. وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al Isra : 23). Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla akan mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di surga, hamba itu kemudian berkata; ‘Wahai Rabb, dari mana semua ini? ‘ maka Allah berfirman; ‘Dari istighfar anakmu.'” Diantara bentuk dan lafadz doanya adalah seperti berikut: رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ Artinya :“Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku.” (QS. Nuh : 28). اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا. “(Allaahummaghfirlii waliwaalidayya war hamhumaa kama rabbayaanii shagiiraa)”. Artinya :“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan Ibu Bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku diwaktu kecil”. وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا Artinya : “Dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS. Al Isra : 24). Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari dari Jubair bin Nufair ia mendengarnya berkata, saya mendengar Auf bin Malik berkata; Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menshalatkan jenazah, dan saya hafal do'a yang beliau ucapkan "ALLAHUMMAGHFIR LAHU WARHAMHU WA 'AAFIHI WA'FU 'ANHU WA AKRIM NUZULAHU WA WASSI' MUDKHALAHU WAGHSILHU BILMAA`I WATS TSALJI WAL BARADI WA NAQQIHI MINAL KHATHAAYAA KAMAA NAQQAITATS TSAUBAL ABYADLA MINAD DANASI WA ABDILHU DAARAN KHAIRAN MIN DAARIHI WA AHLAN KHAIRAN MIN AHLIHI WA ZAUJAN KHAIRAN MIN ZAUJIHI WA ADKHILHUL JANNATA WA A'IDZHU MIN 'ADZAABIL QABRI AU MIN 'ADZAABIN NAAR. "(Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia dan maafkanlah ia, muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan kuburnya, bersihkanlah ia dengan air, salju dan air yang sejuk. Bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagana Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran, dan gantilah rumahnya -di dunia- dengan rumah yang lebih baik -di akhirat- serta gantilah keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih baik, dan pasangan di dunia dengan yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka)." Hingga saya berangan seandainya saya saja yang menjadi mayit itu. Dan redaksi do'a lainnya yang berasal dari Al-Qur'an diantaranya: 1. Surat Nuh ayat28 رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَارًا 28. Ya Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan". 2. Surat Ibrahim ayat:40-41 (رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ (40) رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ (41 40. Ya Tuhanku, Jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku. 41. Ya Tuhan Kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)". 3. Surat Al-Ahqaf ayat:15 رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri". 2. Mendoakan Kaum Mukminin Istighfar memiliki keutamaan yang agung dan banyak sekali. Istighfar bisa menjadi sebab datangnya keberkahan pada rizki, keturunan, dan kekuatan. Istighfar juga menjadi sebab turunnya pertolongan Allah dan solusi dari problematika yang dihadapi hamba. Perintah istighfar bukan saja ditujukan untuk dosa mustaghfir (orang yang beristighfar). Tapi juga diperintahkan untuk dimintakan bagi saudara seiman Allah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berfirman, فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlahampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad: 19). Tentang keutamaan istighfar untuk kaum mukminan ini ditunjukkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, مَنِ اسْتَغْفَرَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ كَتَبَ اللهُ لَهُ بِكُلِّ مُؤْمِنٍ وَمُؤْمِنَةٍ حَسَنَةً “Siapa yang beritighfar (memintakan ampunan) untuk orang-orang beriman laki-laki dan perempuan maka Allah mencatat kebaikan untuknya sebanyak kaum muminin dan mukminat.”(HR. al-Thabrani). Ini dikuatkan dengan keterangan lain, bahwa siapa yang mendoakan saudara muslimnya tanpa diketahui oleh yang didoakan maka ada malaikat yang mengaminkan doanya tersebut dan mendoakan kebaikan semisalnya untuk dirinya. Dari Abu Darda’ Radhiyallahu ‘Anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda, دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ “Doa seorang muslim untuk saudaranya (muslim lainnya) yang tidak berada di hadapannya akan dikabulkan oleh Allah. Di atas kepala orang muslim yang berdoa tersebut terdapat seorang malaikat yang ditugasi menjaganya. Setiap kali orang muslim itu mendoakan kebaikan bagi saudaranya, niscaya malaikat yang menjaganya berkata, “Amin (semoga Allah mengabulkan) dan bagimu hal yang serupa.” (HR. Muslim). Doa Nabiyullah Ibrahim dan Nuh ‘alaihima al-salam menjadi bukti akan keutamaan istighfar untuk kaum mukminin dan mukminat. رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ “Artinya: Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”.” (QS. Ibrahim: 41). اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ “Ya Allah, ampunilah kaum mukminin laki-laki dan wanita, kaum muslimin laki-laki dan wanita, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Sesungguhnya, Engkau adalah Dzat yang Maha Mendengar, Mahadekat, Dzat yang mengabulkan doa.” Keterangan:Teks doa ini tidak ada dalilnya dalam Alquran maupun hadis. Karena itu, boleh divariasikan. Yang penting, mengandung doa permohonan ampunan untuk kaum mukminin laki-laki dan wanita. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ“Ya Rabb kami, berilah ampunan kepada kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu sebelum kami, dan janganlah Engkau membiarkan ada kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” 3. Do'a Nabi Nuh a.s. Yang Diabadikan Dalam Al-Qur'an Nabi Nuh as adalah salah seorang nabi Ilahi yang memiliki umur panjang sehingga umurnya menjadi perumpamaan. Nabi Nuh as menyeru kaumnya untuk menyembah Allah swt dan makrifat, dan melarang mereka dari menyembah berhala dan kebodohan. Umat nabi Nuh as yang terbiasa dengan keyakinan-keyakinan nenek moyang mereka dan jauh dari berfikir dan merenung, mengancam nabi Nuh as: “Mereka berkata: Sungguh jika kamu tidak (mau) berhenti hai Nuh, niscaya benar-benar kamu akan termasuk orang-orang yang dirajam.”[1] Nabi Nuh as menengadahkan tangan dan berdoa: رَبِّ إِنَّ قَوْمى‏ كَذَّبُونِ * فافْتَحْ بَيْنى‏ وَبَيْنَهُمْ فَتْحاً وَ نَجِّنى‏ وَ مَنْ مَعِىَ مِنَ المُؤمِنينَ “Nuh berkata: Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah mendustakan aku; maka itu adakanlah suatu keputusan antaraku dan antara mereka, dan selamatkanlah aku dan orang-orang yang mukmin besertaku.”[2] Allah swt dalam al-Qur’an Karim berfirman: “Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam kapal yang penuh muatan. Kemudian sesudah itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal.”[3] Q.S. (71) NUH : 26 – 28 26. وَقَالَ نُوحٌ۬ رَّبِّ لَا تَذَرۡ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ مِنَ ٱلۡكَـٰفِرِينَ دَيَّارًا (٢٦) Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. 27. إِنَّكَ إِن تَذَرۡهُمۡ يُضِلُّواْ عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوٓاْ إِلَّا فَاجِرً۬ا ڪَفَّارً۬ا (٢٧) Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma'siat lagi sangat kafir. 28. رَّبِّ ٱغۡفِرۡ لِى وَلِوَٲلِدَىَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيۡتِىَ مُؤۡمِنً۬ا وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتِ وَلَا تَزِدِ ٱلظَّـٰلِمِينَ إِلَّا تَبَارَۢا (٢٨)Ya Tuhanku! ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan". Tentu saja masih banyak redaksi do'a yang ditujukan untuk orang tua kita dan seluruh kaum Mukminin, namun yang sedikit ini apabila diamalkan juga sudah mencukupi, insyaallah. Semoga Bermanfaat. ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ “Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.” Sumber:

Wednesday, February 28, 2018

Menyambung Silaturrahmi dengan Keluarga dan Kerabat

Menyambung silaturrahmi dengan keluarga dan kerabat. Manusia pada fitrahnya adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Selama hidup di dunia ini, manusia akan saling membutuhkan satu sama lain. Oleh karena itulah, interaksi sosial merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia di dunia ini. Interaksi sosial itu sendiri bisa bermacam bentuknya, mulai dari interaksi sosial dengan sesama anggota keluarga, interaksi sosial ketetanggaan, interaksi sosial dengan rekan kerja, interaksi sosial dengan teman dan sahabat, maupun interaksi sosial dalam keperluan muamalah.
Kegiatan interaksi sosial ini juga bermacam-macam sifatnya, ada yang membawa berkah dan manfaat, ada yang tidak membawa manfaat tetapi juga tidak merugikan, tetapi ada pula yang merugikan sekaligus membawa mudharat. Jenis interaksi sosial yang merugikan dan membawa mudharat inilah yang wajib dihindari. Berikut ini adalah macam-macam interaksi sosial:
Memelihara Silaturrahmi dengan Keluarga dan Kerabat
Dalam Islam, interaksi sosial dengan keluarga dan kerabat dinamakan silaturrahmi. Jenis interaksi sosial inilah yang paling utama untuk dipelihara, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557).
Dalam hadits lainnya Rasulullah SAW juga bersabda: “Siapa yang bertakwa kepada Rabb-nya dan menyambung silaturrahmi niscaya umurnya akan diperpanjang dan hartanya akan diperbanyak serta keluarganya akan mencintainya.” (HR. Bukhari)
Inilah keutamaan menyambungkan silaturrahmi. Sedangkan memutuskan silaturrahmi termasuk dosa besar dalam Islam. Namun, tidak setiap hubungan interaksi sosial dapat dimasukkan ke dalam golongan silaturrahmi. Hukum Islam telah mengatur mana-mana yang termasuk silaturrahmi dan mana-mana yang bukan.
Rasulullah SAW bersabda: “Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat).” (HR. Bukhari no. 5983)
“Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya (di dunia ini), berikut dosa yang disimpan untuknya (di akhirat), daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)” (HR. Abu Daud no. 4902, Tirmidzi no. 2511, dan Ibnu Majah no. 4211)
Dari Abu Hurairah, “Seorang pria mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, saya punya keluarga yang jika saya berusaha menyambung silaturrahmi dengan mereka, mereka berusaha memutuskannya, dan jika saya berbuat baik pada mereka, mereka balik berbuat jelek kepadaku, dan mereka bersikap acuh tak acuh padahal saya bermurah hati pada mereka”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kalau memang halnya seperti yang engkau katakan, (maka) seolah- olah engkau memberi mereka makan dengan bara api dan pertolongan Allah akan senantiasa mengiringimu selama keadaanmu seperti itu.” (HR. Muslim no. 2558)
Dalam berbagai hadits di atas telah disebutkan bahwa silaturrahmi adalah dengan keluarga dan kerabat. Menyambungkan dan memelihara silaturrahmi dengan keluarga dan kerabat akan mendatangkan pahala yang besar, melapangkan rezeki, dan memperpanjang umur. Sedangkan memutuskan silaturrahmi dengan keluarga dan kerabat adalah dosa besar.
Ibnu Hajar dalam Al Fath juga mendefinisikan pengertian silaturrahmi, yaitu: “Silaturrahmi adalah dimaksudkan untuk kerabat, yaitu orang-orang yang masih memiliki hubungan nasab (garis keturunan atau ikatan darah), baik saling mewarisi ataukah tidak, demikian pula halnya, masih ada hubungan mahram ataukah tidak.”
Dari Abdurrahman bin ‘Auf bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah ’azza wa jalla berfirman: Aku adalah Ar-Rahman. Aku menciptakan rahim dan Aku mengambilnya dari nama-Ku. Siapa yang menyambungnya, niscaya Aku akan menjaga haknya. Dan siapa yang memutusnya, niscaya Aku akan memutus dirinya.” (HR. Ahmad 1/194)
Sehingga berdasarkan keterangan-keterangan shahih di atas, yang dimaksud dengan hubungan silaturrahmi adalah hubungan dengan orang-orang yang masih memiliki ikatan nasab atau garis keturunan atau ikatan darah, yaitu keluarga dan sanak saudara (kerabat). Ini sejalan dengan arti kata silaturrahmi atau silaturrahim itu sendiri, yaitu silah artinya hubungan dan rahmi (rahim) artinya rahim (tempat tinggal janin sebelum lahir ke dunia).
Dengan demikian menyambung tali silaturrahmi adalah menyambung hubungan yang baik dengan orang-orang yang masih memiliki ikatan rahim (ikatan darah) dengan kita, misalnya orang tua, saudara kandung, dan sanak kerabat. Sedangkan ipar yang berlainan jenis bukanlah termasuk ke dalam hubungan silaturrahmi (tetapi kita tetap diwajibkan untuk berbuat baik kepada ipar dalam kapasitas hubungan antar manusia (hablun minannas)), sebab ipar yang berlainan jenis hanyalah mahram mu’aqqot (mahram sementara) dan bukan mahram muabbad (mahram selamanya atau mahram yang sebenarnya), sehingga ipar yang berlainan jenis sejatinya bukanlah mahram. Tetapi, sekali lagi, kita tetap diwajibkan untuk berbuat baik kepada ipar dalam kapasitas hubungan antar manusia (hablun minannas).
Rasulullah SAW bersabda: “Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita.” Lalu seorang laki-laki Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” Beliau SAW menjawab, “Hamwu (ipar) adalah maut.” (HR. Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 2172)
Sabda Beliau SAW yang lain: “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita (yang bukan muhrim) kecuali jika bersama mahramnya.” (HR. Bukhari No. 5233)
Sedangkan jenis hubungan antar manusia yang selain silaturrahmi, tetapi tetap dianjurkan untuk memeliharanya akan dijelaskan pada bagian penutup artikel ini.
Sehingga apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam syariat Islam, maka interaksi sosial tersebut tidak termasuk ke dalam kategori, baik silaturrahmi maupun persahabatan yang dianjurkan dipelihara, malah hal tersebut merupakan bentuk interaksi sosial yang tidak bermanfaat, yang layak dihindari sebab cenderung kepada kesia-siaan dan kemudharatan, serta mendatangkan kemurkaan Allah SWT. Interaksi sosial inilah yang termasuk ke dalam bentuk kemaksiatan. Dengan demikian memutuskannya TIDAK TERMASUK kategori memutuskan silaturrahmi.
Salah Kaprah  Memahami Silaturrahmi
Salah satu contoh yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya antar orang berlainan jenis yang bukan muhrim kemudian meminta nomor kontak atau alamat dengan alasan ingin menjalin silaturrahmi lebih dekat. Nah, ini adalah sebuah alasan yang  mengada-ada, serta menunjukkan adanya salah pemahaman terhadap pengertian silaturrahmi dalam Islam. Berdasarkan uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa silaturrahmi adalah di antara orang-orang yang masih memiliki ikatan nasab (garis keturunan). Sehingga hubungan antara manusia berlainan jenis (laki-laki dan wanita) yang bukan muhrim seperti contoh di awal paragraf tersebut jelas bukan silaturrahmi.
Alasan-alasan silaturrahmi yang seperti itu tidak ada dalam syariat Islam. Bahkan termasuk ke dalam hal-hal yang berpotensi mendatangkan kemudharatan, termasuk fitnah. Sehingga akan lebih selamat kalau dihindari.
“Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat buruk (semua maksiat) dan keji, dan mengatakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui” (Q.S. Al-Baqarah: 169)
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (Q.S. Al-An’am: 116)
Contoh-contoh lain mengenai interaksi sosial yang berpotensi mendatangkan kemudharatan dapat Anda analisa sendiri. Pedomannya adalah apabila tidak sesuai dengan aturan Hukum Allah SWT, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits, maka interaksi sosial seperti itu jelas tidak akan mendatangkan manfaat, tidak akan mendatangkan kebaikan ataupun berkah, serta malah berpotensi mendatangkan kemudharatan, sehingga lebih baik dihindari. Sehingga tindakan Anda untuk menghindarinya sama sekali bukan termasuk kategori memutuskan silaturrahmi, melainkan sebagai salah satu upaya untuk menghindari kemudharatan yang justru diwajibkan dalam Islam dan akan mendatangkan kebaikan dan pahala dari Allah SWT.
Inilah pentingnya bagi kita sebagai muslim untuk mempelajari aturan-aturan Hukum Islam. Sebab apabila kita sudah mengetahui aturan-aturan hukum (syariat) Islam, maka kita tidak akan lagi merasa gamang (bimbang) dalam menentukan sikap dalam perkara apapun. Kita akan dengan mudah dan tanpa ragu-ragu mengambil sikap atau keputusan berdasarkan pedoman hukum Allah SWT sesuai Al-Qur’an dan Al-Hadits. Apalagi ketika dihadapkan pada perkataan-perkataan atau alasan orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan agama, tetapi membawa-bawa alasan agama (seperti contoh di atas). Padahal sesungguhnya apa yang dikatakan golongan seperti itu tidak pernah ada dalam aturan Islam. Bahkan dalam Islam, hal tersebut merupakan sesuatu yang sia-sia dan justru bisa mendatangkan kemudharatan serta kemurkaan Allah SWT.
Allah SWT berfirman: “Jadilah engkau pemaaf, dan perintahlah manusia melakukan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Q.S. Al-A’raf: 199)
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil“. (Q.S. Al-Qashash: 55)
Berbuat Baik dalam Hablun Minannas (Hubungan antar Manusia)
Selain hubungan silaturrahmi, terdapat pula hubungan antar manusia (hablun minannas) yang dianjurkan untuk diperlihara dengan baik, yaitu hubungan persaudaraan (persahabatan) di antara orang-orang yang bukan kerabat tetapi masih muhrim. Contohnya adalah persaudaraan (persahabatan) antara perempuan mukmin yang satu dengan perempuan mukmin yang lain dan persaudaraan (persahabatan) antara laki-laki mukmin yang satu dengan laki-laki mukmin yang lain. Seperti firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (Q.S. Al-Hujuraat: 10)
Kemudian juga berbuat baik kepada anak-anak yatim, fakir miskin, tetangga (baik tetangga dekat maupun tetangga jauh), teman sejawat, ibnu sabil (musafir), dan orang-orang yang dalam tanggungan kita (seperti pembantu rumah tangga), dengan cara yang ma’ruf sesuai dengan syariat Islam. Seperti firman Allah SWT: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia yang telah diberikan Allah kepadanya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir azab yang menghinakan.” (Q.S. An-Nisa: 36 – 37)
Rasulullah SAW bersabda mengenai hubungan dengan tetangga: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu, sehingga tetangganya merasa tenteram dari gangguannya.” (HR. Muslim)
Sabda Beliau SAW tentang hablun minannas: “Tidak termasuk umat kami orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua, dan tidak menyayangi orang yang lebih muda di antara kita.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, dan Hakim)
Bagaimana dengan hubungan bisnis atau pekerjaan antara pria dan wanita yang bukan muhrim? Islam memperbolehkan wanita berbisnis. Ingat, bahwa Siti Khadijah ra. istri Rasulullah SAW adalah seorang pengusaha (pebisnis). Tetapi dalam pelaksanaan hubungan bisnis atau pekerjaan itu, tentu saja harus sesuai dengan syariat Islam. Misalnya, dalam mengadakan pertemuan bisnis hendaknya selalu ditemani mahramnya, sebab selain adanya larangan berduaan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram tanpa ditemani mahram, juga setiap pertemuan bisnis harus disertai saksi-saksi. Selain itu dalam mengadakan pertemuan bisnis, hendaknya dipilih tempat yang tidak mendatangkan fitnah. Kalau terpaksa mengadakan pertemuan bisnis di luar kantor, sebaiknya hindari memilih tempat-tempat yang berpotensi mendatangkan fitnah, seperti di hotel, atau apartemen yang tertutup. Ada banyak ruang-ruang publik yang bisa digunakan dengan nyaman, misalnya rumah makan yang berada di keramaian pusat perbelanjaan, serta jangan pernah datang sendirian. Mintalah rekan-rekan (sesama perempuan) atau muhrim Anda untuk menemani. Yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga suasana pembicaraan dengan hanya membicarakan hal-hal yang bermanfaat saja.
Islam juga menganjurkan untuk bersahabat dengan orang-orang yang bertaqwa, dan tidak bersahabat dengan orang yang membelakangi agama, sebagaimana firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS. Ali Imran: 118)
Juga sabda Rasulullah SAW: “Seseorang itu mengikuti agama temannya, maka seseorang di antara kalian agar melihat siapakah yang menjadi temannya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim)
Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Q.S. Al-Kahfi: 28)
Allah SWT juga berfirman dalam ayat lainnya mengenai karakteristik orang-orang yang tidak boleh dijadikan sahabat: “Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Maka janganlah kamu ikuti orang- orang yang mendustakan ( ayat- ayat Allah ). Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak ( pula kepadamu ). Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, Yang  banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, Yang  sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, Yang  kaku, kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya, Karena  dia mempunyai ( banyak ) harta dan anak.” (Q.S. Al-Qalam : 7 – 14)
Sehingga memutuskan hubungan persahabatan dengan orang-orang yang dapat membawa pengaruh buruk seperti itu tidak dapat dikatakan memutuskan hubungan persahabatan, sebab memang tidak ada hubungan persahabatan apapun dengan orang yang berakhlak buruk. Bahkan menjauhinya adalah lebih utama dilakukan untuk menghindari kemudharatan. Tetapi, kita tetap harus berbuat baik kepada mereka dengan berlaku ramah apabila bertemu, membantunya apabila ia sedang ditimpa kesulitan, menjenguknya apabila ia sakit, serta  harus menunaikan kewajiban dalam hubungan antar manusia lainnya. Yang tidak boleh adalah menjadikan golongan itu sebagai teman atau sahabat kepercayaan.
“Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “Salam”.” (Q.S. Al-Furqan: 63)

Saturday, July 23, 2016

sub menu vertikal

Today im gonna explain how to add add dark style vertical menu with drop down.Its easy to add to your blog. You can link with your post categories.because you can add huge menu list with drop down.I'm using Css and HTML for this tutorial. you can check this vertical menu before add to your blog by blow demo link.You can get my all vertical here

Demo

1. Log in to blogger account and Click drop down.
blog-post-option
2. Now select "Template" Like Below.

Select-template

3. Now you can see Live on blog, Click EDIT HTML Button"

4. Now click Proceed button.
   
5. Find this tag by using Ctrl+F    ]]></b:skin>

6. Paste below code Before ]]></b:skin> tag

/* The CSS Code for the menu starts here bloggertrix.com */
#bloggertrix_box_menu{padding:0;margin:0;width:245px;list-style:none outside none}
#bloggertrix_box_menu li{background:#252525;position:relative;border-bottom:1px solid #110f0e;border-top:1px solid #3d3732;}
#bloggertrix_box_menu li ul{position:absolute;padding:0;margin:0;left:245px;top:-1px;display:none;width:160px;list-style:none outside none;z-index:9990;background:#00CC33}
#bloggertrix_box_menu li a{background:url(http://4.bp.blogspot.com/-Z2rx2h9tJd8/UNv6FN_L0II/AAAAAAAAGFQ/ty4e9b5auHQ/s1600/bt-arrow-right-icon.png) no-repeat 5px 10px;display:block;min-height:30px;line-height:30px;margin:0;padding:0 5px 0 25px;text-decoration:none;color:#777;color:#b69786;font-size:14px;border-right:4px solid #35322c;cursor:pointer;transition:all 400ms ease-in-out;-webkit-transition:all 400ms ease-in-out;-moz-transition:all 400ms ease-in-out;-o-transition:all 400ms ease-in-out;-ms-transition:all 400ms ease-in-out}
#bloggertrix_box_menu li a:hover{border-right-color:#665d54;text-decoration:none;color:#ddd;background:#38332d url(http://4.bp.blogspot.com/-Z2rx2h9tJd8/UNv6FN_L0II/AAAAAAAAGFQ/ty4e9b5auHQ/s1600/bt-arrow-right-icon.png) no-repeat 5px 10px;}
#bloggertrix_box_menu li:hover ul, #bloggertrix_box_menu li.over ul{display:block}

7. Go to blogger and click Layout

8. Click Add Gadget and select 'HTML/Javascript

9. Paste below code.

<ul id="bloggertrix_box_menu">
    <li><a href="#">Menu List 1</a>
        <ul>
              <li><a href="#">Menu List 1.1</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 1.2</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 1.3</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 1.4</a></li>
        </ul>
    </li>
    
    <li><a href="#">Menu List 2</a>
        <ul>
              <li><a href="#">Menu List 2.1</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 2.2</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 2.3</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 2.4</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 2.5</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 2.6</a></li>
        </ul>
    </li>
    
    <li><a href="#">Menu List 3</a>
        <ul>
              <li><a href="#">Menu List 3.1</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 3.2</a></li>
        </ul>
    </li>
    
    <li><a href="#">Menu List 4</a>
        <ul>
            <li><a href="#">Menu List 4.1</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 4.2</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 4.3</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 4.4</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 4.5</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 4.6</a></li>
        </ul>
    </li>
    
    <li><a href="#">Menu List 5</a>
          <ul>
            <li><a href="">Menu List 5.1</a></li>
              <li><a href="">Menu List 5.2</a></li>
              <li><a href="">Menu List 5.3</a></li>
              <li><a href="">Menu List 5.4</a></li>
              <li><a href="">Menu List 5.5</a></li>
              <li><a href="">Menu List 5.6</a></li>
              <li><a href="">Menu List 5.7</a></li>
              <li><a href="">Menu List 5.8</a></li>
        </ul>
    </li>
    
    <li><a href="#">Menu List 6</a>
        <ul>
            <li><a href="#">Menu List 6.1</a></li>
              <li><a href="">Menu List 6.2</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 6.3</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 6.4</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 6.5</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 6.6</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 6.7</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 6.8</a></li>
        </ul>
    </li>
    
    <li><a href="#">Menu List 7</a>
        <ul>
            <li><a href="#">Menu List 7.1</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 7.2</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 7.3</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 7.4</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 7.5</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 7.6</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 7.7</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 7.8</a></li>
        </ul>
    </li>
    
    <li><a href="#">Menu List 8</a>
             <ul>
            <li><a href="#">Menu List 8.1</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 8.2</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 8.3</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 8.4</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 8.5</a></li>
              <li><a href="#">Menu List 8.6</a></li>
        </ul>
    </li>
    
    
</ul>
Replace # with your links.

10. Now save your HTML/Javascript'.

    You are done...

Friday, July 22, 2016

coba

Thursday, July 11, 2013

Piagam medinah

Apa Itu Piagam Madinah?

Piagam Madinah (Bahasa Arab: صحیفة المدینه, shahifatul madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yathrib (kemudian bernama Madinah) di tahun 622.  [1][2] Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas masyarakat Madinah; sehingga membuat mereka menjadi satu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.

Sebagai produk yang lahir dari rahim peradaban Islam, Piagam Madinah diakui sebagai bentuk perjanjian dan kesepakatan bersama bagi membangun masyarakat Madinah yang plural, adil, dan berkeadaban. Di mata para sejarahwan dan sosiolog ternama Barat, Robert N. Bellah, Piagam Madinah yang disusun Rasulullah itu dinilai sebagai konstitusi termodern di zamannya, atau konstitusi pertama di dunia.

KANDUNGAN PIAGAM MADINAH
  • Terdapat 10 Bahagian dan mengandungi 47 Pasal.
  • 23 Pasal peraturan sesama Islam dan 24 Pasal tentang orang Yahudi.
  • Makna secara umum adalah:
  1. Mengakui Nabi Muhammad SAW, ketua Negara Madinah.
  2. Mengakui Ansar dan Muhajirin sebagai umat yang bertanggungjawab terhadap agama, rasul dan masyarakat.
  3. Setiap kaum bebas beragama dan mengamalkan cara hidup masing-masing.
  4. Orang Islam dan Yahudi bertanggungjawab terhadap keselamatan Negara daripada serangan musuh.
  5. Orang Yahudi dibenarkan hidup dengan cara mereka serta menghormati orang Islam tetapi tidak dibenarkan melindungi orang Musyrikin Quraisy.
  6. Setiap masyarakat bertanggungjawab menjaga keselamatan dan mengekalkan perpaduan di Madinah.
  7. Setiap individu tidak boleh menyakiti dan memusuhi individu atau kaum lain. Hendaklah tolong-menolong demi pembangunan, ekonomi, dan keselamatan.
  8. Setiap kaum perlu merujuk Rasulullah SAW (ketua negara) jika berlaku perbalahan.
  9. Mana-mana pihak dilarang berhubungan dengan pihak luar terutama Musyrikin Mekah dan sekutu mereka.
  10. Piagam ini mempunyai kuasa melindungi pihak yang mempersetujuinya dan hak mengambil tindakan pada sesiapa yang melanggarnya.

    PIAGAM MADINAH
Ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah Saw., di kalangan Mukminin dan Muslimin (yang berasal dari) Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikui mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka. Penjalasan dibawah ini telah disesuaikan dengan pengertian pembagian pasal dan ayat dari sudut pandang hukum negara modern. Untuk teks naskah asli yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dapat dilihat pada bagian berikutnya.


MUKADDIMAH

Dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang “Inilah Piagam Tertulis dari Nabi Muhammad SAW dikalangan Orang-orang yang beriman dan memeluk Islam (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang-orang yang mengikuti mereka, mempersatukan diri dan berjuang bersama mereka.”

I. PEMBENTUKAN UMMAT

Pasal  1
Sesungguhnya mereka satu bangsa dan negara (ummat), bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia.

II. HAK ASASI MANUSIA

Pasal 2
Kaum Muhajirin dari Quraisy ttp mempunyai hak asli mereka, saling tanggung-menanggung, membayar dan menerima wang tebusan darah (diyat)kerana suatu pembunuhan, dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang beriman.
Pasal 3 
1. Banu ‘Awf (dari Yathrib) tetap mempunyai hak asli mereka, tanggung menanggung wang tebusan darah (diyat).
2. Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan wang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.
Pasal 4  
1. Banu Sa’idah (dari Yathrib) tetap atas hak asli mereka, tanggung menanggung wang tebusan mereka.
2. Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan wang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.
Pasal 5
1. Banu Al-Harts (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling tanggung-menanggung untuk membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
2. Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 6 
1. Banu Jusyam (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
2. Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 7
1. Banu Najjar (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) dengan secara baik dan adil. 
2. Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang beriman.
Pasal 8 
1. Banu ‘Amrin (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
2. Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 9 
1. Banu An-Nabiet (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
2. Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 10 
1. Banu Aws (dari suku Yathrib) berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka. 
2. Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.



III. PERSATUAN SEAGAMA


Pasal 11
Sesungguhnya Mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang diantara mereka tetapi membantunya dengan baik dalam poembayaran tebusan atau diat.
Pasal 12
Tidak seorang pun dari orang-orang yang beriman dibolehkan membuat persekutuan dengan teman sekutu dari orang yang beriman lainnya, tanpa persetujuan terlebih dahulu dari padanya.

Pasal 13
1. Segenap orang-orang beriman yang bertaqwa harus menentang setiap orang yang berbuat kesalahan , melanggar ketertiban, penipuan, permusuhan atau pengacauan di kalangan masyarakat orang-orang beriman.
 2. Kebulatan persatuan mereka terhadap orang-orang yang bersalah merupakan tangan yang satu, walaupun terhadap anak-anak mereka sendiri.

Pasal 14
1. Tidak diperkenankan seseorang yang beriman membunuh seorang beriman lainnya karena lantaran seorang yang tidak beriman.
2. Tidak pula diperkenankan seorang yang beriman membantu seorang yang kafir untuk melawan seorang yang beriman lainnya.

Pasal 15
1. Jaminan Tuhan adalah satu dan merata, melindungi nasib orang-orang yang lemah.
2. Segenap orang-orang yang beriman harus jamin-menjamin dan setiakawan sesama mereka daripada (gangguan) manusia lain



IV. PERSATUAN SEGENAP WARGANEGARA


Pasal 16
Bahwa sesungguhnya kaum-bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak mendapatkan bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak boleh diasingkan dari pergaulan umum.


Pasal 17
1. Perdamaian dari orang-orang beriman adalah satu.
2. Tidak diperkenankan segolongan orang-orang yang beriman membuat perjanjian tanpa ikut sertanya segolongan lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Tuhan, kecuali atas dasar persamaan dan adil di antara mereka.


Pasal 18
Setiap penyerangan yang dilakukan terhadap kita, merupakan tantangan terhadap semuanya yang harus memperkuat persatuan antara segenap golongan.


Pasal 19
1. Segenap orang-orang yang beriman harus memberikan pembelaan atas tiap-tiap darah yang tertumpah di jalan Tuhan.
2. Setiap orang beriman yang bertaqwa harus berteguh hati atas jalan yang baik dan kuat.


Pasal 20
1. Perlindungan yang diberikan oleh seorang yang tidak beriman (musyrik) terhadap harta dan jiwa seorang musuh Quraisy, tidaklah diakui.
2. Campur tangan apapun tidaklah diijinkan atas kerugian seorang yang beriman.


Pasal 21
1. Barangsiapa yang membunuh akan seorang yang beriman dengan cukup bukti atas perbuatannya harus dihukum bunuh atasnya, kecuali kalau wali (keluarga yang berhak) dari si terbunuh bersedia dan rela menerima ganti kerugian (diyat).
2. Segenap warga yang beriman harus bulat bersatu mengutuk perbuatan itu, dan tidak diizinkan selain daripada menghukum kejahatan itu.


Pasal 22
1. Tidak dibenarkan bagi setiap orang yang mengakui piagam ini dan percaya kepada Tuhan dan hari akhir, akan membantu orang-orang yang salah, dan memberikan tempat kediaman baginya.
2. Siapa yang memberikan bantuan atau memberikan tempat tinggal bagi pengkhianat-pengkhianat negara atau orang-orang yang salah, akan mendapatkan kutukan dan kemurkaan Tuhan di hari kiamat nanti, dan tidak diterima segala pengakuan dan kesaksiannya.


Pasal 23
Apabila timbul perbezaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal, maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Tuhan dan (keputusan) Muhammad SAW.

V. GOLONGAN MINORITAS
Pasal 24
Warganegara (dari golongan) Yahudi memikul biaya bersama-sama dengan kaum beriman, selama negara dalam peperangan.

Pasal 25
 1. Kaum Yahudi dari suku ‘Awf adalah satu bangsa-negara (ummat) dengan warga yang beriman.
2. Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, sebagai kaum Muslimin bebas memeluk agama mereka.
3. Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri mereka sendiri.
4. Kecuali kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang menimpa diri orang yang bersangkutan dan keluarganya.

Pasal 26
Kaum Yahudi dari Banu Najjar diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas

Pasal 27 Kaum Yahudi dari Banul-Harts diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas

Pasal 28 Kaum Yahudi dari Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas

Pasal 29 Kaum Yahudi dari Banu Jusyam diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas

Pasal 30 Kaum Yahudi dari Banu Aws diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas

Pasal 31
1. Kaum Yahudi dari Banu Tsa’labah, diperlakukan sama seperti kaum yahudi dari Banu ‘Awf di atas
2. Kecuali orang yang mengacau atau berbuat kejahatan, maka ganjaran dari pengacauan dan kejahatannya itu menimpa dirinya dan keluarganya.

Pasal 32
Suku Jafnah adalah bertali darah dengan kaum Yahudi dari Banu Tsa’labah, diperlakukan sama seperti Banu Tsa’labah

Pasal 33
1. Banu Syuthaibah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas. 2. Sikap yang baik harus dapat membendung segala penyelewengan.

Pasal 34
Pengikut-pengikut/sekutu-sekutu dari Banu Tsa’labah, diperlakukan sama seperti Bani Tsa’labah.

Pasal 35 Segala pegawai-pegawai dan pembela-pembela kaum Yahudi, diperlakukan sama seperti kaum Yahudi.


VI. TUGAS WARGANEGARA

Pasal 36
1. Tidak seorang pun diperbolehkan bertindak keluar, tanpa ijinnya Muhammad SAW
2. Seorang warga negara dapat membalaskan kejahatan luka yang dilakukan orang kepadanya
3. Siapa yang berbuat kejahatan, maka ganjaran kejahatan itu menimpa dirinya dan keluarganya, kecuali untuk membela diri
4. Tuhan melindungi akan orang-orang yang setia kepada piagam ini

Pasal 37
1. Kaum Yahudi memikul biaya negara, sebagai halnya kaum Muslimin memikul biaya negara 2. Di antara segenap warga negara (Yahudi dan Muslimin) terjalin pembelaan untuk menentang setiap musuh negara yang memerangi setiap peserta dari piagam ini
3. Di antara mereka harus terdapat saling nasihat-menasihati dan berbuat kebajikan, dan menjauhi segala dosa
4. Seorang warga negara tidaklah dianggap bersalah, karena kesalahan yang dibuat sahabat/sekutunya
5. Pertolongan, pembelaan, dan bantuan harus diberikan kepada orang/golongan yang teraniaya

Pasal 38
Warga negara kaum Yahudi memikul biaya bersama-sama warganegara yang beriman, selama peperangan masih terjadi
VII. MELINDUNGI NEGARA
Pasal 39
Sesungguhnya kota Yatsrib, Ibukota Negara, tidak boleh dilanggar kehormatannya oleh setiap peserta piagam ini

Pasal 40 Segala tetangga yang berdampingan rumah, harus diperlakukan sebagai diri-sendiri, tidak boleh diganggu ketenteramannya, dan tidak diperlakukan salah

Pasal 41 Tidak seorang pun tetangga wanita boleh diganggu ketenteraman atau kehormatannya, melainkan setiap kunjungan harus dengan izin suaminya

VIII. PIMPINAN NEGARA

Pasal 42
1. Tidak boleh terjadi suatu peristiwa di antara peserta piagam ini atau terjadi pertengkaran, melainkan segera dilaporkan dan diserahkan penyelesaiannya menurut (hukum ) Tuhan dan (kebijaksanaan) utusan-Nya, Muhammad SAW
2. Tuhan berpegang teguh kepada piagam ini dan orang-orang yang setia kepadanya

Pasal 43
Sesungguhnya (musuh) Quraisy tidak boleh dilindungi, begitu juga segala orang yang membantu mereka

Pasal 44
Di kalangan warga negara sudah terikat janji pertahanan bersama untuk menentang setiap agresor yang menyergap kota Yathrib

IX. POLITIK PERDAMAIAN

Pasal 45
1. Apabila mereka diajak kepada pendamaian (dan) membuat perjanjian damai (treaty), mereka tetap sedia untuk berdamai dan membuat perjanjian damai
2. Setiap kali ajakan pendamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum yang beriman harus melakukannya, kecuali terhadap orang (negara) yang menunjukkan permusuhan terhadap agama (Islam)
3. Kewajiban atas setiap warganegara mengambil bahagian dari pihak mereka untuk perdamaian itu

Pasal 46
1. Dan sesungguhnya kaum Yahudi dari Aws dan segala sekutu dan simpatisan mereka, mempunyai kewajiban yang sama dengan segala peserta piagam untuk kebaikan (pendamaian) itu
2. Sesungguhnya kebaikan (pendamaian) dapat menghilangkan segala kesalahan

X. PENUTUP

Pasal 47
1. Setiap orang (warganegara) yang berusaha, segala usahanya adalah atas dirinya
2. Sesungguhnya Tuhan menyertai akan segala peserta dari piagam ini, yang menjalankannya dengan jujur dan sebaik-baiknya
3. Sesungguhnya tidaklah boleh piagam ini dipergunakan untuk melindungi orang-orang yang dhalim dan bersalah
4. Sesungguhnya (mulai saat ini), orang-orang yang bepergian (keluar), adalah aman
5. Dan orang yang menetap adalah aman pula, kecuali orang-orang yang dhalim dan berbuat salah
6. Sesungguhnya Tuhan melindungi orang (warganegara) yang baik dan bersikap taqwa (waspada)
7. Dan (akhirnya) Muhammad adalah Pesuruh Tuhan, semoga Tuhan mencurahkan shalawat dan kesejahteraan atasnya

__________________________________________________________________________

The Madinah Charter/Constitution

In the name of God, the Compassionate, the Merciful

1.  This agreement of Allah’s Prophet, Muhammad, shall apply to the immigrants, Quraysh, the citizens of Yathrib who have accepted Islam, and all such people who are in agreement with the above-mentioned bodies and side with them in war.

2.  Those who are a party to this agreement shall be treated as à body separate from all those who are not a party to this agreement.

3.  The Quraysh migrants are in themselves a party and as in the past shall be responsible for the payment of blood money on behalf of their criminals and shall themselves have their prisoners freed after the payment of ransom. All this process shall be in accordance with the principles of belief and justice.

4.  Banu Auf shall be responsible for their own tribe and shall equally pay their blood money, in accordance with article Ç, and shall themselves be responsible for ransoming their prisoners. All this work shall be completed in conformity with the principles of honesty and justice.

5.  Banu al-Harith shall be responsible for their own tribe and shall jointly pay their blood money, in accordance with article Ç, and shall themselves be responsible for ransoming their prisoners. All this work shall be completed in conformity with the principles of honesty and justice.

6.  Banu Sa’idah shall be responsible for their own tribe and shall jointly pay their blood money, in accordance with article 3, and shall themselves be responsible for ransoming their prisoners. All this work shall be completed in conformity with the principles of honesty and justice.

7.  Banu Jusham shall be responsible for their own tribe and shall jointly pay their blood money, in accordance with article 3, and shall themselves be responsible for ransoming their prisoners. All this work shall be completed in conformity with the principles of honesty and justice.

8.  Banu al-Najjar shall be responsible for their own tribe and shall jointly pay their blood money, in accordance with article 3, and shall themselves be responsible for ransoming their prisoners. All this work shall be completed in conformity with the principles of honesty and justice.

9.  Banu Amr shall be responsible for their own tribe and shall jointly pay their blood money, in accordance with article 3, and shall themselves be responsible for ransoming their prisoners. All this work shall be completed in conformity with the principles of honesty and justice.

10. Banu al-Wabiyyat shall be responsible for their own tribe and shall jointly pay their blood money, in accordance with article 3, and shall themselves be responsible for ransoming their prisoners. All this work shall be completed in conformity with the principles of honesty and justice.

11. Banu al-Aus shall be responsible for their own tribe and shall jointly pay their blood money, in accordance with article Ç, and shall themselves be responsible for ransoming their prisoners. All this work shall be completed in conformity with the principles of honesty and justice.

12. If an indigent person from among the Muslims is guilty of an offense in which blood money becomes due or if à Muslim is taken prisoner and is unable to pay ransom, it shall be incumbent on other Muslims to pay blood money or ransom on his behalf, so as to create virtue and sympathy among the Muslims.

13. No Muslim shall be hostile to à slave set free by another Muslim.

14. It shall be the duty of the Muslims to oppose openly any person who makes mischief, foments riots, makes trouble for people, forcibly takes the property of others, or oppresses others. All the Muslims shall remain united in punishing such a person, even if he is the son of one of their own.

15. Taking the side of an infidel (who is at war), no Muslim shall have the right to kill another Muslim or assist a person who is at war with the Muslims.

16. The promise of Allah, and responsibility and protection for all have the same meaning. This means that if a Muslim gives refuge to someone, it shall be incumbent on all Muslims to honor it regardless of the social status of the Muslim providing refuge. All the Muslims are brethren to one another.

17. It is incumbent on all the Muslims to help and treat sympathetically the Jews who have entered into an agreement with the Muslims. Likewise, the Jews are not to be oppressed in any manner, and neither should their enemy be helped against them.

18. The truce of all the Muslims shall be one: When there is à war the way of Allah, none of the Muslims shall leave aside other Muslims to enter into à peace treaty with an enemy, unless the treaty includes all the Muslims.

19. All the groups who participate in war along with the Muslims shall be afforded an opportunity to rest by turns.

20. The provision of subsistence to the dependants of à Muslim who is martyred in the way of Allah shall be the responsibility of all the Muslims.

21. No doubt all the God-fearing and devout Muslims are on the right path and are the followers of the best way of life.

22. No non-Muslim who is à party to this agreement shall provide refuge to the person or property of any member of Quraysh; no non-Muslim shall assist any other non-Muslim against à Muslim.

23. If someone murders a Muslim and there is a proof against him, the murderer shall be punished. But if the next of kin is prepared to accept blood money, the murderer can be set free after payment. Without any exception, it shall be obligatory on all the Muslims to observe this injunction. Nothing other than the prescribed injunctions shall be acceptable.

24. For à Muslim who accepts the treaty and agrees to abide by it and who believes in Allah and the Day of Judgment, it is permissible neither to create a new practice nor to have dealings with any person who does not respect this treaty. On the Day of Judgment, the curse and wrath of Allah shall descend upon whoever infringes upon this injunction, and no excuse or request for forgiveness shall be accepted by Allah.

25. When there arises a difference of opinion about anything in this agreement, the matter shall be referred for à decision to Allah and Muhammad.

26.  After the treaty, it shall be obligatory on the Jews to render financial assistance to the Muslims when they are at war with an enemy.

27.  The Jews of Banu Auf, who are à party to this agreement and who are supporters of the Muslims, shall adhere to their religion and the Muslims to theirs. Excepting religious matters, the Muslims and the Jews shall be regarded as belonging to à single party. Anyone from among them who commits an outrage or breaks à promise or is guilty of à crime shall deserve punishment for his crime.

28. The Jews of Banu an-Naj jar, who are à party to this agreement and who are supporters of the Muslims, shall adhere to their religion and the Muslims to theirs. Excepting religious matters, the Muslims and the Jews shall be regarded as belonging to a single party. Anyone from among them who commits an outrage or breaks à promise or is guilty of à crime shall deserve punishment for his crime.

29. The Jews of Banu al-Harith, who are a party to this agreement and who are supporters of the Muslims, shall adhere to their religion and the Muslims to theirs. Excepting religious matters, the Muslims and the Jews shall be regarded as belonging to à single party. Anyone from among them who commits an outrage or breaks à promise or is guilty of a crime shall deserve punishment for his crime.

30. The Jews of Banu Sa’idah, who are à party to this agreement and who are supporters of the Muslims, shall adhere to their religion and the Muslims to theirs. Excepting religious matters, the Muslims and the Jews shall be regarded as belonging to a single party. Anyone from among them who commits an outrage or breaks à promise or is guilty of a crime shall deserve punishment for his crime.

31. The Jews of Banu Hashm, who are à party to this agreement and who are supporters of the Muslims, shall adhere to their religion and the Muslims to theirs. Excepting religious matters, the Muslims and the Jews shall be regarded as belonging to à single party. Anyone from among them who commits an outrage or breaks à promise or is guilty of à crime shall deserve punishment for his crime.

32. The Jews of Banu al-Aus, who are à party to this agreement and who are supporters of the Muslims, shall adhere to their religion and the Muslims to theirs. Excepting religious matters, the Muslims and the Jews shall be regarded as belonging to à single party. Anyone from among them who commits an outrage or breaks a promise or is guilty of a crime shall deserve punishment for his crime.

33.  The Jews of Banu Tha’alabah, who are à party to this agreement and who are the supporters of the Muslims, shall adhere to their religion and the Muslims to theirs. Excepting religious matters, the Muslims and the Jews shall be regarded as belonging to à single party. Anyone from among them who commits an outrage or breaks a promise or is guilty of à crime shall deserve punishment for his crime.

34. The Jews of Banu Jafnah, who are à party to this agreement and who are supporters of the Muslims, shall adhere to their religion and the Muslims to theirs. Excepting religious matters, the Muslims and the Jews shall be regarded as belonging to a single party. Anyone from among them who commits an outrage or breaks a promise or is guilty of à crime shall deserve punishment for his crime.

35. The Jews of Banu al-Shotaybah, who are à party to this agreement and who are supporters of the Muslims, shall adhere to their religion and the Muslims to theirs. Excepting religious matters, the Muslims and the Jews shall be regarded as belonging to à single party. Anyone from among them who commits an outrage or breaks a promise or is guilty of à crime shall deserve punishment for his crime.

36. The subordinate branches of the above-mentioned tribes shall have the same rights as are enjoyed by the parties themselves.

37. None of the parties to the treaty shall take any military action out the permission of Mohammed.

38. No hindrance shall be created in the requital of an injury. Whoever commits à breach of promise shall deserve punishment for it, and Allah will help whoever abides faithfully by this agreement.

39. If a third community wages war against the Muslims or the Jewish treaty makers, they will have to fight united. They shall help each other, and there shall be goodwill and faithfulness between them. The Jews shall bear their expenses of war and the Muslim their expenses.

40. It is incumbent on the parties to the agreement to treat each other sincerely and to wish each other well. None shall subject any other to oppression or injustice, and the oppressed shall be helped.

41. The Jews shall share the expenses along with the Muslims as long as they fight jointly.

42. The plain of Yathrib, which is surrounded by hills, shall be a haram for the partners to the treaty.

43.        The same treatment to which à person giving refuge is entitled shall be given to the one seeking refuge with him; he shall not be harmed. À refugee shall abide by this agreement and shall not be permitted to break à promise.

44. No one shall be provided refuge without the permission of the people of that place.

45. If there is any occurrence or difference of opinion among the parties to the treaty that might result in a breach of peace, the matter shall be referred for a decision to Allah and Mohammed, the Prophet of Allah. Allah will be with the one who carefully observes this treaty.

46. None shall provide protection to the Quraysh of Mecca or to any of their allies.

47. If Yathrib (Madinah) is invaded, the Muslims and the Jews shall put up à joint defense.

48. If the Muslims make à peace treaty with someone, the Jews shall abide by it. If the Jews make peace with someone, it shall be obligatory on the Muslims to extend similar cooperation to the Jews. However, in the case of a religious war of a party, it shall not be the responsibility of the other party to participate.

49. In the case of an invasion of Madinah, every party will have to defend the area that is in front of it.

50. The allies of the tribe of Banu al-Aus shall have the same rights as are enjoyed by the parties to this treaty, provided they too show their loyalty. Allah is the supporter and helper of whoever faithfully observes this treaty.

51. If any of the parties to this treaty has to leave Madinah on account of the exigencies of war, that party shall be entitled to peace and protection; whoever stays in Madinah shall also be entitled to peace. No one shall be oppressed nor shall breach of promise be permissible. Allah and His Prophet are the protectors of whoever respects and abides by this agreement.

_________________________________________________________________________
Delapan visi serambi madinah

1. Agama adalah anugerah Allah Swt untuk membimbing para hamba-Nya agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Nikmat dan rahmat Allah swt amat banyak telah dilimpahkan pada hamba-Nya, maka haruslah disyukuri dan digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat dan diridhoi-Nya.
3. Menyadari bahwa kehidupan ini adalah kelanjutan dari suatu proses yang telah berjalan panjang, maka disamping menghargai jasa-jasa dan prestasi para pendahulu kita jugaharus melanjutkan dan mengembangkanaya secara kreatif sebagai amanat amal jariyah.
4. Menyadari akan keterbatasan setiap manusia maka mewujudkan generasi pelanjut yang lebih berkualitas adalah suatu keharusan yang tidak boleh diabaikan.
5. Untuk mewujudkan kehidupan yang berkualitas, maka kebodohan dan keterbelakangan harus diperangi ; oleh karena itu pendidikan mempunyai arti penting yang mutlak, baik pendidikan formal , informal, maupun non formal.
6. Sebagai masyarakat yang berbudaya adhiluhung, maka faktor formal dan akhlaqul karimah menjadi bingkai utama yang kokoh dan tegas dalam tatanan kedupan sehari-hari.
7. Agar tidak menjadi beban pihak lain dan demi menjaga muru’ah (harga diri), maka jiwa adhiluhung mengharuskan setiap pribadi memiliki penuh semangat dalam bekerja, berprestasi dan berjasa, tanpa mengabaikan tugas-tugas ritual keagamaan.
8. Sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan dalam menuaikan tugas dan kehidupan, maka dalam pergaulan harus saling menghormati, membantu , rukun dan tenggang rasa.

Sepuluh Semangat Serambi Madinah

1. Taqwa dalam beragama.
2. Rukun dan hormat serta gotong royong dalam bermasyarakat.
3. Bersikap ramah dan sopan dalam bergaul.
4. Hidup dengan landasan ilmu dan penuh ‘amal serta pengabdian.
5. Mewujudkan keluarga yang harmonis dalam mawadah dan rahmah.
6. Mempersiapkan keturunan (anak cucu) sebagai generasi pelanjut yang lebih berkualitas.
7. Nguri-uri nilai-nilai lama yang bermanfa’at dan mengembangkannya secara selektif, sekaligus kreatif dan innovatif.
8. Menghargai jasa para pendahulu / leluhur dan meneladaninya, serta menghargai setiap prestasi yang bermanfaat bagi kehidupan.
9. Membangun karakter dan moral masyarakat dengan amar ma’ruf nahi munkar secara bermartabat.
10. Etos kerja yang tinggi untuk mencapai prestasi dalam bingkai tawakkal dan do’a.

 

Referensi:

1. http://serambimadina.wordpress.com/piagam-madinah/
2. "Muhammad", Encyclopedia of Islam Online
3. Watt. Muhammad at Medina and R. B. Serjeant "The Constitution of Medina." Islamic Quarterly 8 (1964) p.4.
4. Sh. Muhammad Ashraf. The First Written Constitution in the World. Lahore: 1968. First published in England, 1941. Translated by Frederic G. Kenyon, Internet: The Avalon Project, 1996.
5. The New Encyclopaedia Britannica, 15th Edition, 1991.
6. The First Written Constitution in the World, p. 9. The translation of the whole text for A. Guillaume's Life of Muhammad is appended at the end.
7. “There shall be no compulsion in religion: the right way is now distinguished from the wrong way.” (2:256) Note that this statement of complete religious freedom comes immediately after the grandest statement of God's power to be found in any scripture. It is indeed significant!
8. Guillaume, A. The Life of Muhammad -- A Translation of Ishaq's Sirat Rasul Allah. Karachi: Oxford University Press, 1955.
9. http://www.syariahonline.com7. Menurut riwayat Ibnu Ishaq dalam bukunya Sirah an-Nabi SAW juz II hal 119-123, dikutip Ibnu Hisyam (wafat : 213 H.828 M). Disistematisasikan ke dalam pasal-pasal oleh Dr. AJ Wensinck dalam bukunya Mohammad en de Yoden le Medina (1928), pp.74-84, dan W Montgomery Watt dalam bukunya Mohammad at Medina (1956), pp. 221-225

10. The First Written Constitution in the World, Sh. Muhammad Ashraf, Lahore, 1968. First published in England, 1941.
11. Translated by Frederic G. Kenyon, Internet. !996 The Avalon Project.
12. The New Encyclopaedia Britannica, 15th Edition, 1991.
13. The First Written Constitution in the World, p. 9. The translation of the whole text for A. Guillaume’s Life of Muhammad is appended at the end.
14. Ibid., pp. 19-20.
15. The New Encyclopaedia Britannica, 15th Edition, 1991.
16. The First Written Constitution, p. 18.
17. Quran, 49:13.
18. Ibid., pp. 12-13.
19. “There shall be no compulsion in religion: the right way is now distinguished from the wrong way.” (2:256) Note that this statement of complete religious freedom comes immediately after the grandest statement of God’s power to be found in any scripture. It is indeed significant!
20. This text is taken from A. Guillaume, The Life of Muhammad — A Translation of Ishaq’s Sirat Rasul Allah,
Oxford University Press, Karachi, 1955; pp. 231-233. Numbering added.